Taman Nasional Tesso Nilo

Seri Satwa Taman Nasional Tesso Nilo Beruang Madu – Jenis Beruang Terkecil di Dunia

Published by Humas TNTN on

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Carnivora
Famili: Ursidae
Genus: Helarctos (Horsfield 1825)
Spesies: H. malayanus

 

Ciri-ciri Beruang Madu.

Beruang madu (Helarctos malayanus) mempunyai panjang tubuh sekitar 1,4 meter dengan tinggi punggungnya sekitar 70 cm. Beruang madu dewasa mempunyai berat tubuh antara 50-65 kg. Dengan ukuran tubuh ini, menjadikan Beruang madu sebagai beruang terkecil jika dibandingkan dengan 8 jenis beruang yang ada di dunia.

Beruang madu berwarna hitam, dengan bulu yang keputih-putihan atau kuning di dadanya. Moncongnya berwarna lebih cerah dari warna dadanya. Beruang madu mempunyai kuku yang panjang-panjang dan terdiri dari masing-masing lima pada sepasang kaki depan dan belakang. Kaki depannya menghadap ke dalam dan tapaknya licin. Dengan kukunya dan bentuk kakinya inilah Beruang madu mampu memanjat pohon-pohon yang berbatang lurus dan tinggi dengan cepat dan mudah.

Binatang penyuka madu ini dapat bereproduksi sepanjang tahun. Beruang madu mengandung selama 96 hari, dan menyusu selama 18 bulan. Mencapai kematangan seksual setelah berumur 3-4 tahun.

 

 

Habitat

Beruang madu hidup di hutan-hutan dataran rendah, hutan perbukitan, dan perbukitan atas sampai ketinggian 1.500 meter. Penyebarannya mulai dari Bangladesh; Brunei Darussalam, Kamboja, China, India, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Thailand, dan Vietnam. Di Indonesia, Beruang madu terdapat di Pulau Sumatera dan Kalimantan.

Kawasan TN. Tesso Nilo merupakan salah satu kawasan konservasi yang merupakan habitat beruang madu. Pemasangan kamera trap untuk monitoring dan pemantauan satwa di kawasan TN. Tesso Nilo menunjukkan bahwa beruang madu tersebar hampir diseluruh kawasan TN. Tesso Nilo.

 

Makanan.

Beruang madu walaupun termasuk ke dalam ordo karnivora (pemakan daging) tetapi bersifat omnivora (pemakan segala), antara lain binatang-binatang kecil, burung, ayam hutan, buah-buahan dan daun-daun tertentu terutama pucuk-pucuknya.

Makanan yang paling disukainya ialah sarang lebah (anak beserta madunya), oleh karena itulah binatang ini disebut “beruang madu”. Caranya seekor beruang memangsa sebuah sarang madu, ialah dengan memasukkan kuku­-kuku kaki depannya ke dalam sebuah sarang yang sudah ada madunya, lalu menjilat madu beserta anak lebah itu dari dalamnya. Kegiatan mencari makan umumnya dilakukan pada malam hari.

 

Status Konservasi

Status konservasi beruang madu adalah vulnerable dalam IUCN redlist data book, tercatat dalam appendix I CITES, dan terdaftar sebagai jenis yang dilindungi berdasarkan peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.

 

Fungsi pada ekosistem hutan (Pemencar tumbuhan hutan)

Hasil penelitian menyebutkan bahwa beruang madu memakan buah atau bagian tumbuhan lebih dari 50 jenis tumbuhan dan memakan lebih dari 100 jenis serangga (insect). Terkait dengan hal tersebut beruang madu memiliki fungsi sebagai pemencar tumbuhan hutan. Aneka macam buah tanaman hutan dimakannya namun biji-bijinya tidak tercerna dalam perutnya. Biji-biji itu, setelah terbawa ke mana-mana dalam tubuh beruang, akhirnya dikeluarkan bersama tinja, di tempat yang bisa jadi cukup jauh dari pohon asalnya.

Pemencaran oleh beruang dapat juga terjadi dengan ara lain adalah apa yang disebut epizoik. Pemencaran dengan cara menempel di bagian luar tubuh beruang. Buah atau biji yang epizoik biasanya memiliki kait atau duri, agar mudah melekat dan terbawa pada rambut, kulit atau bagian badan binatang lainnya. Misalnya pada buah-buah rumput jarum (Andropogon), sangketan (Achyranthes), pulutan (Urena) dan lain-lain.

 

Ancaman utama

Ancaman utama beruang madu adalah kehilangan habitat sehingga pergerakannya (home range) semakin terbatas. Kehilangan habitat menyebabkan perubahan kebiasaan makan, penurunan akses terhadap tempat makanan dan habitat, populasi terfragmentasi dan terisolasi. Konflik dengan manusia, perburuan, serta perdagangan beruang atau bagian-bagian dari beruang secara ilegal merupakan faktor lainnya yang mengancam kelangsungan hidup beruang madu.

Keluarnya beruang madu dari habitat aslinya pertanda bahwa habitat asli sudah tidak bisa menyediakan kebutuhan dasar yang layak bagi beruang madu. Masuk ke perkampungan dan kebun masyarakat merupakan pilihan terakhir untuk mempertahankan hidup. Habitat yang rusak maupun terisolir merupakan ulah manusia yang tak pernah ramah dengan alam. Sehingga terjadinya konflik tak akan terselesaikan dengan sekadar menangkap dan memindahkan (translokasi) individu beruang madu. Menyediakan habitat yang layak untuk satwa liar merupakan tanggungjawab manusia sebagai khalifah di muka bumi.

 

Oleh

Andi Kusumo, S.Si, M.Si

PEH Balai Taman Nasional Tesso Nilo

 

Daftar Pustaka:

Darmanto., Laksitasari,Y., Utomo, T. 2011. Suara Satwa Media Informasi ProFauna Indonesia. ProFauna. Vol.15(2)

Wong, S. T. 2002. The ecology of Malayan sun bears (Helarctos malayanus) in the lowland tropical rainforest of Sabah, Malaysian Borneo. MSc thesis. University of Montana, USA.

Fredriksson, G. 2001. Effects of forest fires on Sun Bear conservation in East Kalimantan (Indonesian Borneo). Presented poster at the Thirteenth International Conference on Bear Research and Management, Jackson, Wyoming, USA.

Mills, J. dan C. Servheen. 1994. The Asian trade in bears and bear parts: Impacts and conservation recommendations. International Conference on Bear Research and Management 9:161-167.

 


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder