Taman Nasional Tesso Nilo

INOVASI: PEMULIHAN EKOSISTEM PRODUKTIF BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL TESSO NILO

Bersumber dari majalah kenari edisi 2 tahun 2024 – PUSLUH KLHK
Oleh: Septo Ismeldo, S.Hut (Penyuluh Kehutanan Balai TN Tesso Nilo-SPTN 2 Baserah), dan
Fauzan Kahfi, S.Hut., MIL., M.Sc (Penyuluh Kehutanan Balai TN Tesso Nilo

“Pemulihan ekosistem (PE) merupakan upaya merehabilitasi fungsi kawasan hutan konservasi (khususnya Taman Nasional Tesso Nilo). Salah satu upaya pemulihan ekosistem yang dilakukan adalah Sukses Alami yang dijaga dengan pengamanan kawasan TNTN.  Pengaruh keberadaan tegakan/tanaman hutan tanaman industri di sekitar TNTN menyebabkan akasia tumbuh alami di dalam kawasan. Akasia/tegakan akasia memiliki peranan dalam perlindungan gajah sumatera sebagai habitat dan penyediaan pakan alternatif bagi gajah, selain itu nektar yang dihasilkan Akasia menjadi pakan dari lebah madu (Apis mellifera) dan membantu meningkatkan penghasilan petani madu. Hal inilah yang menjadikan kegiatan pemulihan ekosistem di TNTN menjadi produktif (PE Produktif).”

Pemulihan ekosistem di dalam kawasan hutan merupakan upaya penting untuk mengembalikan fungsi ekosistem yang rusak akibat berbagai faktor penyebab kerusakan hutan seperti erupsi gunung berapi, banjir bandang dan tsunami serta faktor-faktor kesengajaan manusia seperti pembakaran hutan dan lahan, penebangan liar, okupasi kawasan untuk tujuan tertentu seperti tambang tanpa izin, pembuatan kebun, dan lain sebagainya.

Kegiatan pemulihan ekosistem merupakan salah satu langkah tepat untuk memperbaiki kawasan hutan konservasi yang terdegradasi. Kegiatan pemulihan ekosistem merupakan kegiatan jangka panjang dan berkesinambungan sampai kawasan tersebut dapat kembali seperti semula atau menyerupai keadaan semula sebelum terdegradasi. Tujuan utama kegiatan pemulihan ekosistem adalah untuk mengembalikan fungsi ekologis hutan, menjaga keanekaragaman hayati, serta melindungi habitat berbagai spesies flora dan fauna khususnya di dalam kawasan taman nasional.

Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) merupakan satu dari 55 taman nasional yang berada di Indonesia. Secara administratif kawasan konservasi yang berada di tengah Pulau Sumatera ini memiliki luasan sebesar 81.793 hektar dan berlokasi di dua kabupaten yaitu Kabupaten Pelalawan (seluas 80.193 ha / 98,04%) dan Kabupaten Indragiri Hulu (1.600 ha / 1,96%) di Provinsi Riau. Penetapan kawasan TNTN menjadi taman nasional didukung oleh potensi flora fauna dengan keanekaragaman hayati yang tinggi dimana terdapat 218 jenis tumbuhan vascular dalam plot 200m2, merupakan kawasan hutan hujan tropis dataran rendah dengan tingkat keanekaragaman tumbuhan tertinggi dibandingkan dengan hutan dataran rendah lainnya di dunia.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh *LIPI (sekarang bernama Badan Riset dan Inovasi Nasional), TNTN merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki keanekaragaman jenis fauna berupa 114 jenis burung, 3 primata, 15 reptil, 50 ikan dan 82 jenis tumbuhan obat-obatan. Keberadaan TNTN menjadi sangat penting karena menjadi habitat dari satwa prioritas gajah sumatera (±138 ekor) dan harimau sumatera (±5 ekor), selain itu ditemukan juga berbagai jenis burung seperti elang ular bido, rangkong badak, kuau raja; jenis primata seperti owa ungko dan kera ekor panjang; mamalia yaitu rusa sambar, kijang muncak, tapir, dan beruang madu. Berbagai jenis flora juga dapat ditemukan di dalam kawasan TNTN seperti kulim, kempas, jelutung, tembesu, gaharu, ramin. Potensi penting lainnya berupa hasil hutan bukan kayu seperti madu hutan, damar, tanaman obat, rotan, pandan hutan, ikan air tawar, serta jasa lingkungan juga sangat potensial untuk mendukung kehidupan masyarakat penyangganya, termasuk memiliki panorama alam dengan berbagai potensi wisata alam. Kondisi geografis kawasan TNTN yang sebagian besar berbatasan langsung dengan kawasan hutan lainnya, area konsesi dan berbatasan langsung dengan desa (dikelilingi oleh lebih dari 22 desa yang masuk ke dalam 3 kabupaten) menyebabkan TNTN memiliki tantangan dan hambatan tersendiri di dalam pengelolaannya.

Dalam pengelolaan TNTN, pihak pengelola (Balai TNTN) menghadapi berbagai tantangan dan hambatan berupa pengambilan sumber daya alam secara ilegal (illegal logging), penguasaan lahan untuk pemukiman dan pemanfaatan kawasan tanpa izin berupa perkebunan kelapa sawit-non sawit. Hal tersebut menyebabkan TNTN berada dalam bayang-bayang ancaman berupa bahaya kebakaran hutan pada saat musim kemarau, banjir pada musim hujan, perburuan satwa dan konflik antara manusia-satwa. Sejarah kawasan TNTN yang sebelumnya berupa kawasan hutan produksi terbatas (HPT) yang memiliki jaringan jalan menyebabkan oknum perorangan atau kelompok mudah untuk memasuki wilayah TNTN, hal ini menjadi salah satu sebab sulitnya melakukan penjagaan TNTN.

Sebagai hutan dataran rendah, TNTN relatif mudah dijangkau oleh transportasi darat. Situasi geografis TNTN saat ini di mana didalamnya terdapat pemukiman atau areal pemanfaatan kawasan tanpa izin yang perlu untuk segera dibenahi, ditambah dengan fakta lapangan adanya jalan logging perusahaan mempermudah akses untuk menjangkau kawasan TNTN. Tekanan pertumbuhan penduduk yang tinggi turut menambah permasalahan kebutuhan lahan untuk pemukiman-pemukiman baru dalam kawasan, serta tindak pidana kehutanan dan lingkungan hidup lainnya. Berbagai faktor hambatan dan tantangan dalam pengelolaan TNTN menjadi sebab terbukanya tutupan hutan (deforestasi) sehingga Balai TN Tesso Nilo menetapkan area terbuka di dalam kawasan menjadi Zona Rehabilitasi.

Dalam pengelolaannya, Taman Nasional Tesso Nilo berfungsi sebagai kawasan pelestarian alam yang dikelola berdasarkan sistem zonasi, yaitu zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, zona tradisional, zona rehabilitasi serta zona religi. Zona rehabilitasi (seluas 55.997,94 ha) merupakan zona terluas dalam kawasan TNTN, permasalahan utama yang dihadapi Balai TNTN adalah perambahan yang sudah menghabiskan sebagian besar ekosistem hutan alam dataran rendah dengan kondisi tutupan lahan berupa pemukiman, tanaman budidaya (sawit, karet, dll), semak belukar dan lahan terbuka yang kondisinya perlu dipulihkan kembali.

Dalam rangka memulihkan kondisi tutupan hutan di dalam kawasan TNTN maka Balai TN Tesso Nilo melakukan  berbagai  upaya  reforestasi  (penghutanan  kembali). Dalam laporan capaian pemulihan

 

 

 

 

 

 

Gambar 1 Pembibitan dalam rangka PE di TNTN       Gambar 2 pemasangan ajir

ekosistem TNTN, otorita pengelola TNTN bersama mitra sampai dengan tahun 2023 telah melakukan kegiatan pemulihan ekosistem (gambar 1-4) dengan capaian: RHL seluas 2.350 ha, Rehab Das 1.364 ha, suksesi alami 453 ha dan Swakelola seluas 50 hektar. Pelaksanaan pemulihan ekosistem di TNTN turut melibatkan masyarakat desa di sekitar kawasan dengan menggunakan jenis tanaman kehutanan (Merbau, Pulai, Meranti, Kuras, Balam, Kulim, Bintaro, Jelutung, Bayur dan Tembesu) dan tanaman MPTS (Nangka, Cempedak, Matoa, Aren, Petai dan Jengkol). Selain dengan menggunakan metode penanaman, Balai TN Tesso Nilo juga menggunakan metode patroli pengamanan kawasan TNTN dalam rangka suksesi alami.

Gambar 3 pelangsiran bibit ke lokasi tanam

Gambar 4 Penanaman dan kondisi bibit tertanam

Dalam konteks pemulihan ekosistem hutan, suksesi alami adalah proses dimana hutan yang rusak atau terdegradasi secara bertahap kembali ke kondisi aslinya tanpa campur tangan manusia yang signifikan. Proses ini memanfaatkan kekuatan alam untuk memulihkan ekosistem secara alami, sehingga lebih efisien dan berkelanjutan dibandingkan dengan metode rehabilitasi yang sangat bergantung pada campur tangan manusia. Suksesi alami memungkinkan terjadinya regenerasi alami berbagai jenis tumbuhan dan satwa, sehingga meningkatkan keanekaragaman hayati.

Pada beberapa area Zona Rehabilitasi TNTN (terutama yang berbatasan dengan wilayah konsesi hutan tanaman industri) suksesi alami terjadi dengan tanaman akasia tumbuh secara alami. Tanaman akasia menjadi tanaman pionir-peralihan dikarenakan memiliki toleransi terhadap kekeringan (mampu hidup di daerah kering) dan memiliki kemampuan tumbuh subur di tanah yang miskin nutrisi. Pohon akasia menyediakan habitat yang berharga bagi berbagai satwa liar, termasuk burung, mamalia, dan serangga. Daunnya yang lebat menawarkan perlindungan dan tempat berteduh bagi banyak spesies, sementara bunga dan buahnya menyediakan sumber makanan. Garsetiasih, dkk di dalam penelitiannya pada tahun 2018 menerangkan kawasan hutan produksi digunakan oleh gajah sumatera sebagai habitat karena mempunyai potensi dalam memenuhi kebutuhan hidup gajah. Gajah Sumatera menjadikan hutan akasia sebagai tempat bernaung dan beristirahat dari teriknya matahari dan memanfaatkan akasia muda sebagai pakan.

Pengamatan yang dilakukan melalui kegiatan patroli pengamanan kawasan TNTN dalam rangka suksesi alami, secara perlahan telah menunjukkan keberhasilan dengan ditemukannya beberapa jejak satwa seperti, gajah, tapir, rusa, beruang serta berbagai jenis burung. Suksesi alami tanaman akasia di dalam kawasan TN Tesso Nilo memberikan manfaat ekonomi produktif untuk masyarakat yang mengelola hasil hutan bukan kayu dengan cara budidaya lebah madu (Apis mellifera). Kombinasi kegiatan pemulihan ekosistem dengan budidaya lebah madu dapat mendorong ekonomi dan memastikan pelestarian sumberdaya alam yang berkelanjutan. Pohon akasia berperan penting dalam kegiatan budidaya lebah madu. Lebah dapat memperoleh nektar dari kelopak daun dan bunga dari tanaman akasia. Hal ini sangat mendukung bagi peternak lebah madu karena pakan yang tersedia sangat banyak untuk lebah dalam proses berkembang dan memproduksi madu.

Salah satu kelompok masyarakat di Resort Nilo SPTN wilayah II Baserah telah melakukan kegiatan budidaya lebah madu di zona rehabilitasi TNTN. Kelompok ini telah diberikan izin melakukan kegiatan budidaya sebagai demplot percontohan. Saat ini, kelompok telah memiliki lebih kurang 260 kotak koloni lebah madu (A. Mellifera) dan menghasilkan 1,2 kg madu setiap kotak dalam waktu 3 minggu. Panen madu dapat dipercepat dalam waktu setiap 2 minggu tergantung usia dari tanaman akasia. Akasia yang sudah berusia 3 tahun ke atas dapat menjadi sumber pakan/menghasilkan nektar yang melimpah bagi lebah madu. Dalam hal ini, areal yang difokuskan menjadi suksesi alami menjadi fokus untuk dipertahankan keutuhannya dari kerusakan – kerusakan yang akan terjadi. Kombinasi antara budidaya lebah madu dengan kegiatan pemulihan ekosistem sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk memperoleh nilai ekonomi madu serta bermanfaat dalam pengelolaan Taman Nasional Tesso Nilo berbasis masyarakat khususnya dalam upaya perlindungan dan pengamanan kawasan dari kebakaran dan ancaman lainnya.

Kotak koloni lebah madu (A. mellifera)

Proses pengambilan sarang dari kotak

Proses pengikisan lilin dari sarang

   Proses memasukkan sarang ke mesin pemutar

Kepala Balai TNTN melakukan pengecekan kotak koloni madu di sekitar vegetasi akasia

Vegetasi akasia di areal Pemulihan Ekosistem

Daftar Pustaka

Balai Besar KSDA Riau. 2020. Rumusan Hasil Rapat Pembahasan Data Sub Populasi Gajah Sumatera di Provinvsi Riau. Pekanbaru (tidak dipublikasikan).

Balai Taman Nasional Tesso Nilo. 2018. Revisi Zona Pengelolaan Taman Nasional Tesso Nilo. (Tidak dipublikasikan).

Balai Taman Nasional Tesso Nilo. 2022. Statistik Balai TN Tesso Nilo tahun 2021. (Tidak dipublikasikan).

Balai Taman Nasional Tesso Nilo dan PT Bumi Siak Pusako. 2022. Laporan Pelaksanaan Rehabilitasi DAS di Kawasan TNTN. Laporan Triwulan 1 RKT II 2022. (Tidak dipublikasikan).

Balai Taman Nasional Tesso Nilo. 2023. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Tesso Nilo Tahun 2023-2032. (Tidak dipublikasikan).

Balai Taman Nasional Tesso Nilo. 2023. Laporan Patroli Pengamanan Kawasan TNTN (Suksesi Alami -target 453 hektar). (Tidak dipublikasikan).

Balai Taman Nasional Tesso Nilo. 2024. Laporan Capaian Pemulihan Ekosistem BTNTN tahun 2018-2023. (Tidak dipublikasikan).

Garsetiasih, R., Rianti, A., dan M. Takandjandji. 2018. Potensi Vegetasi dan Daya Dukung Untuk Habitat Gajah Sumatera di Areal Perkebunan Sawit dan Hutan Produksi Kecamatan Sungai Menang, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Bogor: Berita Biologi. Vol.17 No.1 Halaman 49-64.

KLHK dan JICS. 2020. Pemulihan Ekosistem: Sebuah Pembelajaran dari JAGAFOPP-TA. Bogor: IPB Press